Bagaimana Agar Angkutan Umum Berjalan Efektif?
Belum Optimal
Di Indonesia, sudah ada upaya dalam penambahan jumlah angkutan umum, termasuk yang berbasis rel. Tetapi, banyak kalangan yang menyebut jumlah penumpang yang diangkut belum optimal. Sebagai akibat, tingkat pendapatan sebagian besar operator angkutan umum tidak maksimal. Salah satu alasannya karena kurangnya fasilitas untuk mempermudah masyarakat untuk menuju moda angkutan umum maupun perpindahan antar moda. Rute – rute transportasi umum banyak yang tidak jelas. Bahkan, Bandung dan Jakarta sudah masuk 20 besar kota - kota termacet di dunia. Jangankan angkutan umum yang jumlah penumpangnya sedikit, sistem yang penumpangnya banyak pun tidak menjamin operatornya mampu meraup keuntungan.
Tarif Murah, Untung Besar
Kota di mana sistem transportasi umumnya berjalan efektif memang tidak banyak. Salah satunya adalah kereta api perkotaan di Hong Kong. Cara kerja sistem kereta api di sana mengintegrasikan pengembangan jalur kereta api dengan pengembangan properti. MTR Corporation, perusahaan kereta api Hong Kong, bekerja sama dengan developer properti dalam pengembangan properti yang bersebelahan dengan jalur rel kereta api. Kenaikan nilai properti yang diikuti dengan pembangunan jalur kereta api merupakan sumber penghasilan tambahan bagi MTR. Model bisnis ini disebut “Rail + Property” (R+P). Untuk membangun jalur baru, pemerintah Hong Kong memberi “hak pembangunan lahan” kepada MTR. Terlebih dahulu, MTR harus membayar premi tanah kepada pemerintah berdasarkan nilai pasar tanah itu sebelum adanya jalur kereta api.
Kemudian, MTR membangun jalur kereta api baru dan menggandeng pengembang properti untuk membangun properti. MTR menerima sebagian dari laba yang diperoleh pengembang dari properti tersebut. Sudah terdapat luas lantai sebesar 13 juta meter per segi dari properti yang dibangun dengan keterlibatan MTR. Dana dari keuntungan inilah digunakan untuk membangun proyek – proyek baru dan menutupi biaya operasional dan perawatan. Inilah alasan mengapa MTR tidak membutuhkan subsidi dari pemerintah atau pinjaman. Bahkan, pada tahun 2014, MTR mampu membayar dividen sebesar $ 590 juta dollar kepada pemerintah sebagai pemegang saham terbesar MTR. Bahkan, tarif rata – rata kereta api Hong Kong masih di bawah $ 1, lebih murah dibandingkan dengan Tokyo ($ 1.50) dan New York ($ 2.75). Tempat – tempat yang dibangun berkat R + P tersebut dilengkapi untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari. Selain pembagian laba antara pengembang properti dengan operator angkutan umum, yang dapat diterapkan di kota – kota lain adalah kepemilikan parsial pengembangan properti baru dan perolehan dari sewa properti.
Mengembangkan TOD Saja Masih Kurang
Upaya untuk mengembangkan Transit Oriented Development (TOD), yaitu pengembangan properti dekat dengan jalur angkutan umum, di beberapa kota besar di Indonesia sudah ada. Tetapi, banyaknya dampak positif TOD tidak menjamin banyaknya antusiasme masyarakat kota. Masih banyak yang tidak berminat dalam menggunakan angkutan umum. Secara psikoligis, orang – orang lebih memilih naik kendaraan pribadi ketimbang angkutan umum. Membawa kendaraan pribadi dirasa lebih praktis ketimbang naik angkutan umum, tetapi ini menimbulkan kemacetan. Tidak semua orang dapat tinggal di kawasan Transit Oriented Development (TOD). Sebagian orang – orang harus tinggal agak berjauhan dengan pusat kota. Di samping itu, yang membuat sebagian besar orang di Indonesia memilih naik kendaraan pribadi adalah mudahnya mencari tempat parkir di pusat kota dan tarifnya masih terjangkau.
Bawa Kendaraan Pribadi Harus Dipersulit
Membawa kendaraan pribadi ke pusat kota – kota besar negara maju terkenal sulit sebab tarif parkirnya dibuat mahal. Sebagai contoh adalah tarif parkir di Manhattan, pusat kota New York, yang berkisar antara $ 15 sampai $ 75 (Rp. 225 ribu sampai Rp. 1,1 juta) untuk dua jam. Dalam satu bulan, Anda harus merogoh sekitar $ 550 untuk biaya parkir. Di London, tarif parkir per jam dapat lebih dari 6 Pound Sterling. Jumlah tempat parkir di tengah kota atau CBD juga terbatas, sehingga banyak terjadinya double parking (parkir dobel) di kota seperti New York. Anda juga menghabiskan banyak waktu untuk mencari tempat parkir. Bahkan, pemerintah kota New York berencana untuk menagih pengguna kendaraan pribadi $ 23 (sekitar Rp. 350.000) untuk sekali masuk ke pusat kota. Mahalnya biaya parkir di kota seperti New York “memaksa” sebagian besar warganya untuk menggunakan transportasi umum untuk ke pusat kota. Sebagai akibat, okupansi kereta api bawah tanah di New York tergolong baik, yaitu sekitar 2,4 juta penumpang per hari. Untuk menerapkan sistem transportasi umum berbasis rel yang efektif, tirulah Hong Kong dan New York.
Dukung kami melalui: https://trakteer.id/aldyuris
Komentar
Posting Komentar